Ilmu dan amal adalah dua hal yang selalu dipertentangkan orang; mana yang lebih penting di antara keduanya. Sebagian mengatakan bahwa ilmulah yang aula (utama) dalam keberagamaan seseorang. Sebab, dengan ilmulah seseorang dapat mengubah "tindakan" menjadi sebuah "amal". Tanpa ilmu, tindakan tak lebih dari "seonggok" aktivitas fisik yang tak bernilai. Sementara, sebagian yang lain mengatakan bahwa amallah yang lebih utama. Sebab, penilaian dilakukan terhadap amal, bukan kepada sesuatu yang belum dilakukan. Pahala dan siksa hanya layak dijatuhkan atas perbuatan manusia, bukan sesuatu yang masih berupa angan-angan dan pemikiran dalam dirinya.
Memang, kalau kita tilik teks-teks keagamaan, keduanya bukanlah sesuatu yang patut dipertentangkan. Bahkan, pada dasarnya keduanya adalah satu; amal tanpa ilmu bukanlah amal, dan ilmu tanpa amal, bukanlah ilmu, sebagaimana dikatakan oleh Ja'far al-Shadiq ra. Al-Quran juga mengatakan bahwa Kalimat al-Thayyibah (ilmu dan makrifah kepada Allah)-lah yang akan terbang (sampai) kepada-Nya, sementara amal saleh berfungsi mengangkatnya. Tauhid, makrifah, dan pengenalan itulah yang sampai kepada Allah, sementara amal saleh tak ubahnya sebagai roket pendorong yang menghampirkan hal-hal tersebut kepada Allah. Tentu saja, tanpa ilmu, tak ada yang akan dibawa oleh sang roket, sementara tanpa amal, ilmu bersangkutan akan tetap berada di landas pacu.
Tentang mana yang lebih dahulu mesti diraih; ilmu ataukah amal, dapat dikatakan bahwa dengan ilmulah seseorang dapat melakukan amal. Dengan demikian, ilmu harus diraih terlebih dahulu, baru dengannya dapat melakukan amal. Akan tetapi, ilmu yang sesungguhnya (yaitu pengenalan akan Allah, dan ini yang dimaksud dengan "ilmu" di sini) adalah "pemberian" dari Allah Swt. Oleh karena itu, ia membutuhkan syarat-syarat tertentu untuk "hadir" ke dalam diri manusia. Syarat dimaksud adalah ketakwaan. Dan ketakwaan termasuk jenis "amal". Sehingga, dengan demikian, amallah yang harus tersedia lebih dahulu agar seseorang memperoleh ilmu. Karena itu, Allah Swt berfirman: Bertakwalah kalian kepada Allah, maka Allah akan memberikan ilmu kepada kalian.
Begitulah, ilmu membawa seseorang kepada ketakwaan pada peringkat tertentu. Dengan ketakwaan ini, dia memperoleh ilmu pada peringkat yang lebih tinggi. Dengan ilmu yang lebih tinggi ini, dia dapat mencapai peringkat ketakwaan yang lebih tinggi, yang dengannya meraih ilmu yang lebih tinggi lagi. Begitu seterusnya, Ini tampak rumit, tapi Anda jangan khawatir, kupasan ini cukup hanya sampai di sini saja...
Memang, kalau kita tilik teks-teks keagamaan, keduanya bukanlah sesuatu yang patut dipertentangkan. Bahkan, pada dasarnya keduanya adalah satu; amal tanpa ilmu bukanlah amal, dan ilmu tanpa amal, bukanlah ilmu, sebagaimana dikatakan oleh Ja'far al-Shadiq ra. Al-Quran juga mengatakan bahwa Kalimat al-Thayyibah (ilmu dan makrifah kepada Allah)-lah yang akan terbang (sampai) kepada-Nya, sementara amal saleh berfungsi mengangkatnya. Tauhid, makrifah, dan pengenalan itulah yang sampai kepada Allah, sementara amal saleh tak ubahnya sebagai roket pendorong yang menghampirkan hal-hal tersebut kepada Allah. Tentu saja, tanpa ilmu, tak ada yang akan dibawa oleh sang roket, sementara tanpa amal, ilmu bersangkutan akan tetap berada di landas pacu.
Tentang mana yang lebih dahulu mesti diraih; ilmu ataukah amal, dapat dikatakan bahwa dengan ilmulah seseorang dapat melakukan amal. Dengan demikian, ilmu harus diraih terlebih dahulu, baru dengannya dapat melakukan amal. Akan tetapi, ilmu yang sesungguhnya (yaitu pengenalan akan Allah, dan ini yang dimaksud dengan "ilmu" di sini) adalah "pemberian" dari Allah Swt. Oleh karena itu, ia membutuhkan syarat-syarat tertentu untuk "hadir" ke dalam diri manusia. Syarat dimaksud adalah ketakwaan. Dan ketakwaan termasuk jenis "amal". Sehingga, dengan demikian, amallah yang harus tersedia lebih dahulu agar seseorang memperoleh ilmu. Karena itu, Allah Swt berfirman: Bertakwalah kalian kepada Allah, maka Allah akan memberikan ilmu kepada kalian.
Begitulah, ilmu membawa seseorang kepada ketakwaan pada peringkat tertentu. Dengan ketakwaan ini, dia memperoleh ilmu pada peringkat yang lebih tinggi. Dengan ilmu yang lebih tinggi ini, dia dapat mencapai peringkat ketakwaan yang lebih tinggi, yang dengannya meraih ilmu yang lebih tinggi lagi. Begitu seterusnya, Ini tampak rumit, tapi Anda jangan khawatir, kupasan ini cukup hanya sampai di sini saja...
0 komentar:
Post a Comment