Wednesday, July 29, 2009

Kejanggalan-kejanggalan Kamera CCTV di JW Marriot dan Ritz Charlton

Saya nonton beberapa kali ada shot CCTV yang bergerak mengikuti langkah TSK (panning). Atau gambar di mana obyeknya di-zoom in, sembari kameranya panning. Bila ini yang dimaksud, mungkin ada beberapa penjelasan..

1. Kamera CCTV (bagaimana pun) adalah kamera statis. Dia operator free. Dalam kondisi demikian, dia tidak bisa melakukan aktivitas recording di luar default yang sudah di-set. Dia tak bisa mengikuti obyek (pan atau follow shot), melakukan perbesaran obyek (zoom in), dan tidak bisa melihat obyek lain dalam batas jangkauannya (zoom out untuk ambil perspektif wide-shot).

Semua ini mungkin baru bisa dilakukan kamera CCTV bila ada operatornya. Baik secara remote maupun manual. Atau dia diset degerakkan secara robotik: ke kanan, ke kiri, atas bawah, dengan gerak yang konstan.

Itulah sebabnya, tayangan CCTV Marriott dan Ritz Carlton tak pernah bisa dapat memperlihatkan adegan sebelum obyek memasuki frame dari sebelah kiri layar. Pria di Marriott maupun di Ritz Carlton sama-sama berjalan dari kiri ke kanan layar (in frame). Kecuali bila ada kamera lain yang dipasang untuk meng-cover area di luar frame kamera di lobi. Seperti sequence gambar pria di Ritz Carlton, yang setelah keluar dari tangga, lalu “disambut” dengan kamera yang mengcover area koridor menuju restoran.

Gambar pria Marriott waktu check in dicover dua kamera: 1 kamera di samping dan 1 kamera di belakang front desk (resepsionis). Kamera di samping bisa mengcover gambar 2 meja resepsionis. Inilah yang memungkinkan kita bisa melihat visual saat dia cek in tampak samping. Sementara kamera di belakang meja resepsionis memungkinkan kita melihat visual saat dia ngobrol dengan resepsionis tampak belakang.

2. Saya memang menonton saat beberapa televisi menayangkan rekaman CCTV tapi gambarnya penuh variasi shot seperti zoom in atau panning kamera. Sebenarnya, di beberapa televisi hal ini sangat jelas terlihat bahwa itu adalah “kerjaannya” kamera sekunder. Jadi visual CCTV itu diplay back di layar monitor, lalu “ditembak” dengan kamera lain. Karena itulah, visualnya seolah-olah bisa mengikuti obyek (follow shot) dan zoom in (perbesaran). Nah, di sinilah terkesan kamera CCTV bisa mengikuti gerak obyek. Padahal tidak. Gambar CCTV (kamera primer) tetap statis, dan kamera sekundernya yang bergerak.

Secara etis, mestinya ini tidak boleh dilakukan karena mempengaruhi intepretasi atas konten. Segala sesuatu yang bisa mempengaruhi intepretasi konten, tidak bisa dilakukan seenaknya oleh seorang cameraman tanpa keterangan tambahan. Bila kamera sekunder hendak bermanuver atas gambar mentah itu (raw material), mestinya frame layar monitor tempat mem-play back rekaman CCTV itu, tetap dimasukkan dalam frame kamera. Jadi penonton tahu, bahwa gambar itu ditembak dari layar monitor lain, dan tidak mengesankan kamera CCTV-nya yang bergerak.

Ada televisi lain yang lebih sadar etika kamera, dengan tidak mengubah ukuran shot rekaman CCTV, tetapi melingkari obyeknya. Ini dibolehkan. Juga memberi keterangan tanda panah seperti “arah lobi”, “arah restoran” dll.

3. Bila itu yang dimaksud mbak Sirikit, kemungkinan lain adalah terjadi di ruang editing. Gambar dari CCTV memang hanya apa adanya (as it is), tapi variasi shot dilakukan oleh tangan editor. Program editing apa pun (termasuk Avid) bisa mem-panning, zoom in, slow motion, speed up, dll. Jadi kerja-kerja kamera bisa “diwakili” dari alat editing.

Nah, bila hasil gerakan “kamera-nya” halus (tidak goyang-goyang dan kasar), ini biasanya hasil kerja editor. Meski begitu, bila zoom in obyek dilakukan oleh kamera sekunder maupun alat editing, biasanya berciri kualitas gambar yang jauh lebih buruk daripada zoom in yang dilakukan kamera primer. Sebab, yang dizoom in oleh kamera sekunder atau alat editing adalah image dari pixel yang memang di bawah standar (kualitas image CCTV yang rendah).

4. Nah, ini kemungkinan keempat. Seperti halnya CCTV-CCTV di kasino-kasino, mungkin CCTV di Marriott atau Ritz-Carlton dipantau dan dioperatori bila ada obyek-obyek yang dianggap mencurigakan. Pria yang cek in itu mungkin dicurigai, sehingga diikuti oleh kamera. Tapi kecurigaan yang biasa saja. Misalnya gerak-geriknya kok norak dll. Tapi terlepas dari kemungkinan itu, sebenarnya semua tergantung dari master shot (material footage) yang diperoleh masing-masing televisi.

Tapi dari beberapa kali nonton, saya menduga yang terjadi adalah kemungkinan kedua dan ketiga.(kiriman dhandy dwi laksono di milis jurnalisme).

[muhsinlabib.com]

0 komentar: