Hmm... Hmm... Gagasan itu lahir beberapa detik paska Tony Mendez (dibintangi oleh Ben Affleck), seorang staf khusus CIA, bercakap-cakap dengan putranya melalui telepon. Saat berkomunikasi, ia memutar kanal televisi yang kebetulan juga sedang ditonton oleh putranya. Sebuah film fiksi ilmiah berjudul Battle for the Planet of the Apes. Gagasan membuat film fiksi ilmiah itulah yang kemudian ditawarkan di depan pejabat CIA.
Awalnya, para pejabat dari CIA meragukan strategi Mendez. Harap maklum, strateginya tidak lazim. Untuk mengeluarkan staf kedutaan besar Amerika Serikat (AS) dari Iran butuh strategi yang lebih canggih. Bahwa dikisahkan, sejumlah kelompok militan Iran menyerang kedutaan besar AS. Lebih dari 50 staf disandera, tetapi ada enam staf yang berhasil melarikan diri. Mereka kemudian disembunyikan di rumah duta besar Kanada Ken Taylor (Victor Garber).
Oleh karena CIA tidak mendapatkan gagasan lain, walhasil, gagasan membuat film fiksi ilmiah palsu pun dilakukan. Guna menjalankan strateginya, Mandez meminta bantuan John Chambers (John Goodman), piñata rias Hollywood yang sebelumnya telah bekerja sebagai penyamar untuk CIA. Lewat Chambers, Mandez juga dikenalkan pada Produser film bernama Lester Siegel (Alan Arkin). Mereka bertiga mendirikan sebuah rumah produksi palsu, dimana mereka akan membuat rencana seputar produksi film fiksi ilmiah palsu.
Argo, begitu judul film fiksi ilmiah palsu ini. Seperti juga awal ketika pertama kali presentasi ke para pejabat CIA, begitu berjumpa dengan keenam staf kedutaan besar AS, Mandez tidak begitu saja dipercaya. Mereka ragu dengan strateginya. Namun, ia akhirnya bisa meyakinkan keenam staf tersebut. Mereka pun dilatih untuk menyamar, seolah bagian dari tim produksi film fiksi ilmiah. Ada yang berperan sebagai sutradara, penata fotografi, sampai location manager. Selain jabatan, identitas mereka pun disamarkan.
Film ini dipublikasikan berdasarkan fakta yang terjadi pada akhir 1979, beberapa saat setelah Shah Iran digulingkan. Namun sebaliknya, pihak Iran merasa “kecolongan” dengan peredaran film ini. Menurut mereka, Argo bertentangan dengan fakta yang sebenarnya.
Ataollah Salmanian, aktor dan sutradara Iran, mengatakan, fakta sesungguhnya adalah, terjadi peristiwa Revolusi Islam di Iran yang terjadi pada 4 November 1979, tetapi yang menyandera bukan Tentara Revolusioner Islam. Pada kejadian penyerangan dan pengambil alihan kedutaan besar AS adalah mahasiswa. Mereka pula yang menyandera staf AS selama 444 hari. Tentara Revolusioner Islam justru yang menyerahkan 20 staf yang disandera ke Kedubes AS.
Mahasiswa yang militan ini protes, karena AS mendukung penuh diktator Shah Reza Pahlevi. Setelah digulingkan, pemimpin penggantinya, Ayatollah Khomeini, menyatakan sangat anti-AS. Saat itu, Imam Khomeini menyebut AS sebagai The Great Satan dan Enemies of Islam. Gara-gara peristiwa tersebut dan pidato-pidato Imam, AS sempat melakukan tekanan diplomatik dan ekonomi dengan menghentikan impor minyak.
Iran pun tak kalah garang. Ia mendesak AS untuk memulangkan Shah Reza yang berada di New York City ke Iran. AS tidak boleh melindungi diktaktor tersebut. Shah harus meminta maaf pada seluruh warga Iran. Hal itulah yang membuat AS, terutama CIA harus putar otak untuk membuat cara membebaskan staf kedubes yang disandera. Namun akhirnya, pada 20 Januari 1981, sebanyak 52 warga AS yang disandera dibebaskan dan diserahkan langsung oleh Tentara Revolusioner Islam Iran. Bukan akal-akalan dengan gagasan memproduksi film fiksi ilmiah, sebagaimana film Argo.
Tentang membesar-besarkan peran CIA juga dikecam banyak orang. Wajar memang, karena film ini produksi Hollywood. Padahal, yang justru berperan dalam operasi penyanderaan ini adalah utusan dari Kanada di Teheran. “Ini adalah film mengenai CIA dimana agen operasi tak memiliki senjata. Heroisme akan lebih menarik bila disajikan nyata,” ujar Ben Affleck di New York Times (14 Desember 2012), seolah mengakui terdapat rekayasa fakta via Argo ini.
Menurut Salmanian, naskah untuk film Argo versi Iran sudah selesai dikerjakan. Film “tandingan” ini pun telah mendapat persetujuan dari pusat kebudayaan Iran. Jika budget produksi telah turun, shooting film pun segera dilakukan. Tentu, ini akan menarik, karena film “dibalas” dengan film. Akankah Argo versi Iran ini akan mengalami kesuksesan yang sama dengan karya Ben Affleck? Yang telah meraih dua piala untuk kategori Film Terbaik dan Skenario Adaptasi Terbaik di Academy Awards ke-85 lalu, serta meraih dua piala untuk kategori Film Terbaik dan Sutradara Terbaik di ajang Golden Globe ke-70. Kita tunggu Argo besutan Salmanian ini.
Awalnya, para pejabat dari CIA meragukan strategi Mendez. Harap maklum, strateginya tidak lazim. Untuk mengeluarkan staf kedutaan besar Amerika Serikat (AS) dari Iran butuh strategi yang lebih canggih. Bahwa dikisahkan, sejumlah kelompok militan Iran menyerang kedutaan besar AS. Lebih dari 50 staf disandera, tetapi ada enam staf yang berhasil melarikan diri. Mereka kemudian disembunyikan di rumah duta besar Kanada Ken Taylor (Victor Garber).
Oleh karena CIA tidak mendapatkan gagasan lain, walhasil, gagasan membuat film fiksi ilmiah palsu pun dilakukan. Guna menjalankan strateginya, Mandez meminta bantuan John Chambers (John Goodman), piñata rias Hollywood yang sebelumnya telah bekerja sebagai penyamar untuk CIA. Lewat Chambers, Mandez juga dikenalkan pada Produser film bernama Lester Siegel (Alan Arkin). Mereka bertiga mendirikan sebuah rumah produksi palsu, dimana mereka akan membuat rencana seputar produksi film fiksi ilmiah palsu.
Argo, begitu judul film fiksi ilmiah palsu ini. Seperti juga awal ketika pertama kali presentasi ke para pejabat CIA, begitu berjumpa dengan keenam staf kedutaan besar AS, Mandez tidak begitu saja dipercaya. Mereka ragu dengan strateginya. Namun, ia akhirnya bisa meyakinkan keenam staf tersebut. Mereka pun dilatih untuk menyamar, seolah bagian dari tim produksi film fiksi ilmiah. Ada yang berperan sebagai sutradara, penata fotografi, sampai location manager. Selain jabatan, identitas mereka pun disamarkan.
Film ini dipublikasikan berdasarkan fakta yang terjadi pada akhir 1979, beberapa saat setelah Shah Iran digulingkan. Namun sebaliknya, pihak Iran merasa “kecolongan” dengan peredaran film ini. Menurut mereka, Argo bertentangan dengan fakta yang sebenarnya.
Ataollah Salmanian, aktor dan sutradara Iran, mengatakan, fakta sesungguhnya adalah, terjadi peristiwa Revolusi Islam di Iran yang terjadi pada 4 November 1979, tetapi yang menyandera bukan Tentara Revolusioner Islam. Pada kejadian penyerangan dan pengambil alihan kedutaan besar AS adalah mahasiswa. Mereka pula yang menyandera staf AS selama 444 hari. Tentara Revolusioner Islam justru yang menyerahkan 20 staf yang disandera ke Kedubes AS.
Mahasiswa yang militan ini protes, karena AS mendukung penuh diktator Shah Reza Pahlevi. Setelah digulingkan, pemimpin penggantinya, Ayatollah Khomeini, menyatakan sangat anti-AS. Saat itu, Imam Khomeini menyebut AS sebagai The Great Satan dan Enemies of Islam. Gara-gara peristiwa tersebut dan pidato-pidato Imam, AS sempat melakukan tekanan diplomatik dan ekonomi dengan menghentikan impor minyak.
Iran pun tak kalah garang. Ia mendesak AS untuk memulangkan Shah Reza yang berada di New York City ke Iran. AS tidak boleh melindungi diktaktor tersebut. Shah harus meminta maaf pada seluruh warga Iran. Hal itulah yang membuat AS, terutama CIA harus putar otak untuk membuat cara membebaskan staf kedubes yang disandera. Namun akhirnya, pada 20 Januari 1981, sebanyak 52 warga AS yang disandera dibebaskan dan diserahkan langsung oleh Tentara Revolusioner Islam Iran. Bukan akal-akalan dengan gagasan memproduksi film fiksi ilmiah, sebagaimana film Argo.
Tentang membesar-besarkan peran CIA juga dikecam banyak orang. Wajar memang, karena film ini produksi Hollywood. Padahal, yang justru berperan dalam operasi penyanderaan ini adalah utusan dari Kanada di Teheran. “Ini adalah film mengenai CIA dimana agen operasi tak memiliki senjata. Heroisme akan lebih menarik bila disajikan nyata,” ujar Ben Affleck di New York Times (14 Desember 2012), seolah mengakui terdapat rekayasa fakta via Argo ini.
Menurut Salmanian, naskah untuk film Argo versi Iran sudah selesai dikerjakan. Film “tandingan” ini pun telah mendapat persetujuan dari pusat kebudayaan Iran. Jika budget produksi telah turun, shooting film pun segera dilakukan. Tentu, ini akan menarik, karena film “dibalas” dengan film. Akankah Argo versi Iran ini akan mengalami kesuksesan yang sama dengan karya Ben Affleck? Yang telah meraih dua piala untuk kategori Film Terbaik dan Skenario Adaptasi Terbaik di Academy Awards ke-85 lalu, serta meraih dua piala untuk kategori Film Terbaik dan Sutradara Terbaik di ajang Golden Globe ke-70. Kita tunggu Argo besutan Salmanian ini.
Sumber : http://hiburan.kompasiana.com/film/2013/02/19/film-argo-rekayasa-sejarah-operasi-intelegen-cia-di-iran--535095.html
0 komentar:
Post a Comment