Saturday, July 17, 2010

Ojek Ambulans, Jadi Penyelamat Ibu Hamil

Sebetulnya berita/kisah ini sudah lama, tahun 2007 silam. Namun bagi saya, hal ini tidak akan pernah terbuang begitu saja. Ya, kebaikan seseorang itu tidak dipandang hanya pada saat itu saja, namun selamanya. Sebagaimana Allah Swt pun tidak perah melupakan kebaikan hamba-Nya, meski ia (si pelaku kebaikan) sudah lupa kalau pernah melakukan kebaikan tsb. Berikut ceritanya lengkapnya:

SAAT pertama mendengar kata ambulans, dalam pikiran kita pasti sebuah mobil dilengkapi sirine yang digunakan untuk membawa pasien ke rumah sakit atau membawa jenazah. Namun, ketika kita berada di Desa Dasan Geria, Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat; kita akan melihat ambulans beroda dua.

Sepeda motor disebut ambulans karena memiliki fungsi seperti mobil ambulans yaitu membawa pasien. Di Dasan Geria, ojek ambulans diutamakan untuk mengantar ibu hamil ke bidan di Pusat Kesehatan Desa (Puskesdes).

Para pengojek di desa terpencil tersebut secara sukarela siap menjaga dan mengantar para ibu yang hamil memeriksakan kandungannya ke bidan hingga pada waktu menjelang kelahiran. Para sukarelawan yang kini berjumlah 14 orang itu kini masuk dalam Tim Ambulans Desa. Tim ini selalu Siaga (siap antar dan jaga) selama 24 jam bagi ibu hamil dengan kata lain para tukang ojek di Dasan Gria turut serta dalam Gerakan Sayang Ibu (GSI) yang sudah dimulai sejak tahun 2002.

Keberadaan ojek ambulans sudah pasti sangat menolong masyarakat karena di sana belum ada alat transportasi umum yang memadai kecuali kendaraan Cidomo yaitu sejenis delman yang ditarik kuda.

Beberapa lokasi permukiman penduduk pun masih ada yang tidak bisa dijangkau dengan kendaraan roda empat karena hanya berupa jalan setapak.

Oleh karena itu, wajar jika sebelum ada program GSI banyak ibu melahirkan tidak tertolong sehingga angka kematian ibu dan anak banyak. Kini setelah Kepala Desa Dasan Geria Jumarti mampu menggerakkan masyarakat untuk menjaga kesehatan keluarganya terutama terhadap kesehatan ibu dan anak.

Di desa keci yang bergerak secara swadaya ini, hanya memiliki sebuah mobil ambulans itu pun berupa mobil Carry biasa seperti Angkot (angkutan umum kota) yang ada jok bagian pinggir dan bagian tengah kosong sehingga bisa untuk membawa pasien.

Sedangkan ojek ambulans bukanlah milik pemerintah desa tetapi milik perorangan. Sepeda motor ini milik sendiri (pribadi -Red) tetapi yang penting kami siap siaga kapan saja, yang penting ibu hamil dan orang sakit bisa tertolong diantar sampai Polindes atau Poskesdes, kata Mustarip, warga Dusun Murpeji, Dasan Geria.

Dari Murpeji sampai ke Polindes (Poliklinik Desa) diperkirakan berjarak 5 kilometer sehingga ojek ambulans sangat ideal mengantar ibu yang akan melahirkan. Kalau pakai Cidomo, ya, lama sekali. Nanti bisa bahaya kalau kondisinya semakin parah, ujarnya dengan logat Lombok.

Ditandu atau diikat
UNTUK lokasi yang hanya dapat dicapai dengan berjalan kaki, tak jarang pengojek bersama warga lainnya menandu dengan menggunakan kain yang diikat pada bambu hingga menyerupai ayunan dan si ibu naik di atas kain tersebut. Ada yang ditandu (digotong) pakai kain itu dan harus berjalan lama sampai dua jam baru sampai ke jalan, kata Umar yang juga anggota Tim Ambulans.

Bisa dibayangkan betapa repotnya membawa ibu hamil yang sudah memasuki detik-detik melahirkan. Sepeda motor yang biasanya hanya boleh ditumpangi dua orang, tetapi ojek ambulans bisa dinaiki tiga orang yakni pengojek, ibu hamil, dan pengantar.

Selain suami, dukun beranak juga sering diminta mengantar ibu hamil. Tetapi jika tidak ada bisa mengantar, maka ibu hamil tersebut membonceng dengan cara badan si ibu diikat dengan kain panjang ke badan pengojek. Motornya juga tidak boleh kencang-kencang, ujarnya.

Pengojek Tim Ambulans ini telah terlatih, selama sebulan mereka menjalani latihan untuk menghadapi situasi darurat, sehingga pengojek benar-benar siaga memberi pertolongan kapan saja diperlukan.

Sejak awal ibu-ibu hamil mendapat perhatian, di rumahnya dipasang bendera sebagai tanda di rumah rumah tersebut ada ibu yang sedang hamil. Bendera kuning dipasang di rumah ibu yang kehamilannya normal, sedangkan bendera merah dipasang di rumah ibu hamil dengan risiko tinggi.

Kami punya buku saku untuk mencatat nama-nama ibu yang sedang hamil lengkap dengan jadual pemeriksaan kandungannya dan kapan diperkirakan akan melahirkan, kata Saruji, seorang pengojek.

Lain lagi dengan pengalaman Mohamad Ali Imran dan Muhamad Anhar yang mengaku senang menolong orang lain. Tetapi mereka juga mengalami suka duka saat membawa ibu hamil yang hendak melahirkan. Kadang-kadang deg-degan, ada takutnya, tapi kami senang kalau ibu itu bisa melahirkan dengan selamat, kata Ali.

Ditanya soal honor atau upah, para pengojek yang jadi sukarelawan itu, mengaku tidak mendapatkan honor tetapi mereka mendapatkan ongkos antara Rp15.000 hingga Rp20.000 dari bidan.Itu kalau si ibu peserta Askeskin, kalau yang agak mampu ibu hamil atau keluarganya memberi uang terserah kemampuannya saja, kata Anhar.

Oleh karena itu, meskipun masyarakat Desa Dasan Geria bergotong-royong secara swadaya tetapi para pengojek juga minta perhatian pemerintah lebih ditingkatkan agar kesejahteraan masyarakat desa semakin meningkat.[]

Sumber Tulisan: Pelita
Sumber Foto: Detik foto

0 komentar: